Masterceme, Legenda - Sampai sekarang diyakini,siapapun yang memiliki buluh perindu dapat di manfaatkan untuk sarana pengasihan,namun apakah kamu tahu bagaimana sejarah adanya buluh perindu,mari kita simak sejarah pulau buluh perindu.Pada postingan kali ini admin akan share sejarah asal mula buluh perindu.
Tidak ada yang bisa menepis. bagi mereka yang mukim di bilangan Pulau Batam, maka, nama Pulau Buluh bukanlah sesuatu yang asing di telinga mereka. Betapa tidak, pulau yang tak jauh Ietaknya dari Pelabuhan Rakyat Sagulung, menyimpan banyak cerita yang sungguh menarik untuk disimak.
asal muasal buluh perindu.
Salah satunya adalah legenda Buluh Perindu suatu piranti mistik yang diyakini mampu merubah suara seseorang menjadi merdu, merayu, penuh daya pesona dan berwibawa. OIeh sebab itu, sampai dengan tulisan ini di turunkan, buluh perindu yang asli,terus saja diburu dengan harga yang selangit.
Pada suatu zaman, demikian menurut tutur yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, dahulu, Pulau Buluh (bambu), karena hampir seluruh pulau yang satu ini ditumbuhi dengan tanaman bambu. Atau, pulau hutan bambu. Maklum, di samping tanaman yang lain, bambu merupakan tumbuhan yang utama di pulau ini. Selain dikenal dengan hutan bambu-nya yang demikian lebat, pada masa kejayaan Kerajaan Lingga, pulau ini juga dikenal sebagai tempat untuk berburu pelanduk (sejenis kancil) bagi para petinggi kerajaan.
Terutama, para putra raja. Salah satu putra raja dan Kerajaan Singkep ada yang begitu tergila-gila untuk selalu datang berburu ke Pulau Buluh dari pada ke pulau yang lainnya. Maklum, hasil yang didapat selalu lebih banyak. Di samping itu, kebanyakan, hasil buruan yang didapat bukan karena ketepatan anak panah atau lontaran pisau, melainkan, bisa ditangkap hidup-hidup dengan tangan kosong. Itulah sebabnya, kenapa sang putra raja Iebih sering menghabiskan waktu luangnya untuk beburu ke Pulau Buluh.
Mulanya, keadaan itu dianggap karena pelanduk dengan mudah beranak-pinak karena tak terganggu oleh ulah manusia. Akan tetapi, lama kelamaan, sang putra raja pun mulai berpikir, pasti ada sesuatu yang aneh telah terjadi....
Hingga pada suatu malam, sang putra raja bermimpi bertemu dengan serang gadis cantik yang mengenakan busana serba kuning. Setelah saling memperkenalkan nama, keduanya pun merasa cocok satu sama lain. Ya ... dua remaja yang berlainan jenis ini saling jatuh cinta pada pandangan pertama.jadi, selama ini, adik yang menolong abang berburu?” Tanya sang putra raja dengan penasaran.
“Betul, adik tidak sampai hati melihat Abang bersusah payah mencari pelanduk yang lincah dan pandai bersembunyi itu,” jawab gadis berbusana kuning yang akhirnya mengaku bernama Dewi Perindu.
Sang putra raja hanya tersenyum, hatinya begitu damai, mendengar kata-kata yang meluncur dan bibir Dewi Perindu. Keduanya berjalan sambil bercakap-cakap. Sebelum meninggalkan sang putra raja, Dewi Perindu pun berpesan; “Abang, potonglah sebatang buluh kuning sepanjang dua hasta, dan simpan baik-baik ...
dengan itu, segala perkataan yang baik pasti akan segera diikuti oleh yang mendengarkannya.”
Belum lagi sang putra raja sempat bertanya, Dewi Perindu pun menghilang. Dan putra raja pun tersadar dari mimpinya....
Paginya, sang putra raja tampak termenung memikirkan takwil mimpinya semalam. “Apakah aku bermimpi, ataukah memang kenyataan?” Demikian bisik hatinya.
Pertanyaan yang melingkar-lingkar dalam benaknya itu tak jua dapat dijawabnya. Ketika matahari mulai sepenggalah, Ia pun ke luar dari istana dan berlayar menuju ke Pulau Buluh. Sesampainya di sana, tanpa berlama-lama, sang putra raja langsung menebang sebatang buluh kuning dan memotongnya sepanjang dua hasta kemudian menyelipkan di pinggangnya. Dan apayangterjadi...?
Dalam waktu singkat, di depannya tampak rombongan pelanduk yang duduk dengan teratur seolah para rakyat yang sedang menghaturkan sembah. Sang putra raja terhenyak. Setelah tenang, ia pun bertanya; “Siapa pemimpin kalian?”
Para pelanduk yang dapat berbicara layaknya manusia, dengan serta merta menjawab; “Tuan Putri.”
Sang putra raja Iangsung melayangkan pandang ke seluruh penjuru. Tetapi, apa yang dicarinya tak jua terlihat. Kembali Ia bertanya; “Siapakah pemimpin kalian?”
“Tuan Putri ..,“ demikian jawab pelandukpelanduk itu serempak.
Berulang kali pertanyaan dilontarkan, jawaban yang didengar tetap saja sama. Ketika sang putra raja mulai berputus asa, terdengar suara yang tak asing lagi baginya. Ya ... suara Dewi Perindu.
“Benar Abang, adik yang menggiring pelanduk-pelanduk itu.”
Dengan perasaan gembira yang teramat sangat, sang putra raja pun kembali melayangkan pandangannya ke segala penjuru. Tetapi, gadis yang dimpikan tak jua terlihat. Melihat keadaan itu, akhirnya, terdengar kembali suara tanpa wujud.
“Abang jangan cemas. Sampai kapan pun adik akan ada di dekat Abang.”
“Adik, janganlah engkau mengganggu jiwa yang rapuh ini,” ratap sang putra raja.
“Abang ... kita tak mungkin dapat bersatu. Adik di khayangan, sementara, Abang hidup di alam nyata,” demikian kata Dewi Perindu.
“Lalu ... kapan kita bersatu?” Tanya sang putra raja dengan nada memelas.
“Hanya di alam mimpi,” sahut Dewi Perindu.
“Adik perkenankanlah abang melihatmu di alam nyata walau hanya sekejap,”demikian ratap sang putra raja.
Dewi Perindu berusaha terus untuk meyakinkan sang putra raja kekasihnya bahwa permintaannya itu tak mungkin dapat dipenuhi. Ratapan yang berulang dari sang kekasih, akhirnya membuat Dewi Perindu pun luluh. Ia pun maujud di depan sang putra raja....
“Abang...,” kata sang Dewi Perindu.
“Adik...,” kata sang putra raja dengan gugup sambil memeluk erat tubuh kekasihnya.
Rimbunnya hutan bambu dan kesunyian. di sekitarnya membuat kedua insan yang tengah dimabuk asmara menjadi lupa diri. Entah siapa yang memulai, kini, tak ada lagi canda di antara keduanya kecuali pagutan-pagutan panas dan desah tanda birahi yang memuncak.
Dengan cekatan, sang putra raja memacu kudanya mendaki gunung gemunung yang terjal ... ketika tiba di puncak ... gelegak lahar yang semula tertahan, akhirnya tertumpah bersamaan diiringi desah tanda kepuasan --- dan disertai perubahan alam yang begitu dahsyat.
Ya ... sang putra raja hanya bisa tercenung. Hatinya begitu masgul, kini, ia tak lagi berada di hutan bambu, melainkan, di tengah-tengah pepohonan lain. Tak ada lagi buluh kuning di pulau itu, bahkan para pelanduk dan Dewi Perindu pun menghilang bak raib ditelan bumi. Ia benar-benar sendiri. Kini, yang bisa dilakukan oleh sang putra raja adalah penyesalan yang tak ada habisnya.Ia mengutuki dirinya sendiri yang tak mampu menahan nafsu birahinya. Tetapi apa hendak dikata, nasi telah menjadi bubur.
“Maafkan abang yang tak mampu menjaga kehormatan adik,” demikian
bisiknya sambil berjalan menuju ke perahunya yang ditambatkan di pesisir pulau.
Ia tak memperhatikan jika di sebelah sana, awan hitam mulai bergayut menandakan sebentar lagi hujan lebat bakal turun. Dan benar, di tengah pelayaran - menuju ke Pulau Penyengat, perahunya pun dihantam angin ribut. Perahu sang putra raja bak sabut yang diombang-ambingkan oleh ganasny ombak di tengah Iaut luas. Akibatnya, tanpa sengaja, buluh perindu yang diselipkan di pinggang sang putra raja terlempar ke laut.
Oleh sebab itu, bagi yang menggeluti dunia mistik, hingga kini, buluh perindu milik putra raja itu masih terus diburu banyak orang. Mereka meyakini, siapa pun yang bisa menguasainya dapat memiliki suara merdu laiknya suara Dewi Perindu, dewi khayangan yang telah melanggar sumpah itu.Dari berbagai sumber terpilih.
No comments:
Post a Comment