Masterceme - Siapa yang tidak mengetahui kelebihan yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman yang mampu memerintah jin,Misteri kisah nyata tengah malam ,akan berbagi kisah seseorang yang mendapatakan kelebihan sebagian dari kelebihan kekuasaan Nabi Sulaiman,kita simak kisahnya.
Hari itu aku harus pergi meninggalkan suami dan anak-anakku. Ya, hari itu, 13 Mei 2011, Jumat Legi pukul 18.40 WIB, adalah hari terakhirku tinggal serumah dengan buah hati dan suamiku. Arkian,aku dipenjarakan di tahanan LPK Lembaga yang mengurusi orang-orang yang korupsi baik itu pejabat negara maupun yang berhubungan dengan penyelenggara negara.
Ya, hari itu aku diringkus, digiring, dijemput oleh tim penyidik Lembaga Rasua, Lembaga Pemberantas Korupsi. LPK, sebutlah begitu, untuk diperiksa. Hari itu, hari terakhirku berkumpul dengan suami dan tiga anakku di rumah kami yang mewah. Karena hari itu, aku ditahan di tahanan LPK Jalan Casablanca, Jakarta Selatan. Duh Gusti!
Ya, aku tertangkap tangan oleh LPK saat menenteng uang Rp 3 milyar dalam tas untuk menyogok Ketua Mahakarya, Lembaga Hukum tinggi, LHT, katakanlah begitu, yang sudah sepakat untuk memenangkan sengketa pemiluk ada relasiku, bupati Labandito. Karena beberapa kali aku melakukannya dan aman,
Kupikir hari itu juga aku akan aman.
Namun, di luar dugaan, handphone hotline ku ternyata telah disadap oleh LPK dan aku tertangkap tangan dengan beberapa karung uang. Rupanya aku telah dibuntuti sejak lama dan momentum penyerahan uang itu, tepat di hari keramat, jumat yang angker, aku tertangkap. Arkian, akhimya aku menjadi tersangka kasus suap pilkada Kabupaten Labandito, provinsi Bantenang sebutlah begitu, yang berhasil memenangkan Hamid Boleng, relasiku, yang seharusnya kalah lawan Bambang Hartono, yang tadinya menang menjadi kalah. Relasiku yang tadinya kalah, karena sogokanku, maka Hamid Boleng menjadi pemenang.
Semua itu terjadi karena uang, setan sogok lewat tangan ku kepada Ketua Mahkamah Mahakarya yang serakah.Dana Rp 30 milyar diberikan kepadaku. Aku harus menyogok ketua Mahkamah agar memenangkan Hamid Boleng. Rp 29 milyar aku berikan kepada Mahkamah, sedangkan sisanya, aku masukkan ke dalam rekening bank ku. Menjadi milikku, semacam komisi yang wajar aku terima. Yang selama ini aku lakukan seperti itu. Untuk itulah, maka, aku hidup Iayak bahkan sangatlah mewah.
Hatiku berbunga-bunga ketika usahaku berhasil. Pada sidang mahkamah, jagoanku, Hamid dimenangkan dan lawannya yang tadinya menang, justru menjadi kalah. Uang ku sangat banyak dan aku menikmati uang itu dengan suami dan anak-anak ku ke Bali dan jalan-jalan ke luar negeri.
sepulangnya dari Eropa Barat yang membahagiakan kami aku diminta untuk menangani sengketa pilkada baru lagi. Aku diserahi dana Rp 60 milyar untuk memenangkan calon bupati Pinggan, Hanan Hasan, yang sedang berseteru di peradilan Mahkamah Mahakarya.
Aku kembali membuat pertemuan dengan Ketua Mahkamah yang akan aku sogok. Namun di luar clugaan, handphone ku yang sudah disadap oleh KPK, memergoki aku membuat uang satu tas, 50 milyar rupiah dan tertangkap KPK. Aku tertangkap tangan dan tak bisa menghindar
Karena kebaikan petugas KPK. aku yang meminta pulang dulu ke rumah, diberi ijin. Aku pamit meninggalkan suami dan lima anakku dengan airmata yang bercucuran. Aku yang keras, tak tahan hari itu menangis. Aku memeluk ke lima anakku dengan hujan tangis. Suamiku juga membelai rambutku dan meminta aku bersabar, menghadapi proses hukum itu dengan baik.
“Sebagai warga negara yahg baik, kita harus mengthormati peroses hukum mi, walau sangat berat,” bisik suamiku, Mas Jumadi lkrom, dengan lembut ke telingaku. Jantungku berdetak hebat dan hatiku bergetar. Hari itu, adalah hari yang paling menyiksa, paling menderita selama aku hidup.
“Selamat tinggal Mas, jaga anak baik-baik. Aku akan menjalani kasus ini hingga selesai. Mungkin aku divonis 20 tahun dan selama itu, kita tidak akan bisa tidur seranjang lagi. Mohon doa ya Mas, doakan semoga ada keajaiban di dalam kasus ini, artinya, aku bisa terbebas dari segala dakwaan,” kataku.
Aku tahu persis, bila bersidang di pengadilan Tipikor, KPK, tidak pernah ada seorang tersangka pun yang bisa selamat. Artinya, pasti dihukum karena terbukti dengan ragam kesalahannya. Arkian, dalam kiprah sejarahnya, tidak sekalipun, tidak pernah ada tersangka atau terdakwa satu pun yang bebas dari tuntutan hukum. Semuanya terkena hukuman dan divonis penjara.
Bahkan, ada pula yang yang tadinya divonis ringan hanya tiga tahun, namun setelah ke mahkamah agung, malah men jadi 12 tahun. Apalagi setelah melalui sosok Hakim Agung yang idealis, Artijo Askostar. Tadinya hukuman tiga tahun, setelah meminta keringanan hukuman ke Mahkamah Agung, eh malah hukuman bukan diperingan, tapi malah makin diperberat.
Dengan segala kesedihan hatiku, aku diproses hukum dimulai dengan penyelidikan, penyidikan lalu diperadilkan di Lembaga Peradilan Tipikor. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya aku yang menyuap dan ketua mahkamah yang disuap, terkena vonis 12 tahun penjara. Aku menjalani tahanan dengan sejuta dukaku. Namun, alhamdulillah, musibah itu membawa hikmah. Selama dalam lembaga tahanan, aku rajin sembahyang. Bahkan bukan hanya sembahyang wajib, sholat tahajut, sholat duha yang sunnah pun, rutin akau jalani.
Puji Tuhan, akhirnya aku jadi merasa begitu dekat kepada Allah Azza Wajalla. Aku pun lalu merubah cara berpakaianku yang tadinya suka pakaian terbuka, ngablak, kita aku berhizab. Aku memakai busana lslamis dan berjilbab. Semua busana seksiku aku tinggalkan dan aku berbusana yang diwajibkan oleh agamaku. Suamiku aku suruh bakar semua pakaianku itu. Tapi suamiku tidak mau membakar. Sayang, katanya. Lalu aku suruh memberikan pakaian itu kepada familiku atau famili suamiku.Tapi, pikirku, aku akan salah juga menganjurkan perempuan berpakaian seksi, dosa dan semua perempuan muslimah haruslah berhijab.
“Mas, jual aja di Berniaga Com di internet. Hasilnya, berikan kepada anak yatim atau panti asuhan. Uang penjulan itu berrnanfaat untuk orang miskin,” perintahku. Kali ini, suamiku melakukannya dan semua pakaian import bermerk top itu. berhasil dijual dan uangnya dapat 40 juta rupiah. Uang itu, diberikan ke anak yatim di dekat rumah kami.
Setelah rnelalui proses yang panjang, akhirnya aku divonis Pengadilan Korupsi selama tiga tahun. Namun, karena aku pasrah, ikhlas menerima, maka aku tidak melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Aku menerima keputusan itu walau tim pengacara ku meminta agar aku melakukan kasasi. Upaya hukum yang Iebih tinggi dengan harapan vonis itu diperingan. Tapi aku tidak mau dan kukatakan bahwa hukuman itu sudah Iayak dan pantas aku terima.
Sejak itu aku resmi dipenjarakan. Penjara khusus wanita, Lapas negara di Jakarta Timur. Sedih dan susah, begitulah kehidupanku selama di penjara. Hidup terkekang, tidak bebas, tidak tahu lagi alam luar dan kehilangan nite life, dunia gemerlap dan pertemanan. Setiap hari yang aku lihat hanya tembok dan jeruji besi. Bila makan, kami makan dengan nasi dan lauk pauk apa adanya.
Sekali seminggu, setiap hari jumat, anak-anakku dan suamiku besuk, baru itu bisa makan agak enak. Makanan kesukaanku yang dibawa dan luar.
Setiap hari Jumat aku dapat makan ayam goreng Sogil kesukaanku. Atau pindang ikan patin Pegagan dan Pindang Husni Puteg di Batuceper Kota Tangerang. Atau bebek goreng mantap dan rumah makan Raja Mantap di Buanan, Tangerang Selatan. Hanya hari jumat aku makan enak dan itupun, aku bagi-bagi dengan teman se-lapas di Lapas wanita, Jakarta Timur.
Hari bezuk hanya hari jumat, lain hari tidak ada. Hal itulah yang membuat aku selalu merindukan anak-anakku dan suamiku. Sebuah siksaan lahir yang aku harus hadapai. Suka tidak suka, senang atau tidak senang, masalah ini harus aku hadapi karena kesalahanku sendiri. Coba, bila aku tidak melakukan sogok menyogok itu, pastilah.aku akan aman dan menghirup udara segar di alam luas.
lbarat pepatah, musibah membawa hikmah, demikian pengalaman yang aku hadapi selama di penjara. Selama aku di lembaga pemasyarakatan, aku jadi rajin sembahyang, rajin wirid dan rutin berzikir. Setiap kali aku usai sholat, aku membawa Surat Al Fatihah yang khusus aku tujukan untuk Nabi Muhamad AS, untuk Kanjeng Nabi Sulaiman AS, kepada Nabi Yusuf dan Kanjeng Nabi Yakub.
Setelah itu, aku kirim Al Fatihah untuk Syech Abdul Qodir Jailani, ayahku, kakekku, nenekku yang sudah meninggal. Karena saking rutinnya aku sholat, wirid dan zikir, bahkan apabila sehari saja tidak aku lakukan, maka terasa ada yang ganjil. Selalu merasa ada yang kurang dan saya belum tenang menjalani hari-hariku dalam kehidupan ini.
Pada malam jumat kliwon, tanggal 5 Agustus 2011 pukul 01.15 dinihari, di selku yang semua tahanan sedang nyenyak tertidur, tiba-tiba lampu penjara mati. Aku menyalakan lilin dan sinar menerangi sangat temararn di sel ku. Tubuhku menggigil kedinginan seperti tersiram air es, merinding, dingin dan mencekam. Dalam samar-samar itu, seorang kakek benjenggot putih, berjubah putih dengan ikat kepala hitam, duduk di pinggir terali besi.
“Jangan takut, aku Sulaiman, orang yang sering engkau kirimi AL Fatihah. Aku datang untuk membantumu, jangan takut,” desisnya dengan suara bariton, berat berjenis bass.
Jantungku berdetak kencang dan nyaliku spontan menjadi ciut. Ada rasa takut yang mencekam.Apalagi kehadiran tamu penjara yang misterius itu di saat lampu padam.Dengan mulut yang gemetar aku berusaha bertanya kepadanya.
“Sulaiman, Sulaiman dari mana Pak?” tanyaku, gugup. “Aku Sulaiman, Nabi Sulaiman, nabi yang selalu engkau kirimi Al Fatihah dari balik penjara ini,” tuturnya.
Rasanya sulit dipercaya, tapi begitulah kenyataan yang aku temui malam itu. Nabi Sulaiman sudah lama meninggal, tapi arwahnya yang maujud, datang kepadaku. Datang kepada seorang wanita koruptor, wanita yang kotor, pemakan uang rakyat dan penjahat negara. Tapi aku telah betobat nasuhah, bertobat puncak tobat dengan Inti tobat, bersumpah untuk tidak serakah lagi, bersumpah untuk tidak melakukan kejahatan korupsi lagi.
“Ya, engkau telah betobat nasuhah dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahatmu lagi. Engkau telah melakukan sikap hidup baru, bertauhid yang dalam kepada Allah Azza untuk itulah, ajalla. Untuk itulah, aku datang kepadamu, aku akan memberikan sebagian ilmu ku untukmu, anakku,” ungkap Kanjeng Nabi Sulaiman kepadaku.
Kanjeng Nabi Sulaiman memberikan secarik kertas dan kertas itu aku masukkan ke dalam kantong baju tidurku.
“Pelajarilah mantra-mantar ini, hafalkan dan kau akan mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu yang pernah aku miliki ketika aku masih hidup dulu,” ungkap Kanjeng Nabi. Beberapa seat setelah melepaskan kertas itu, Kanjeng Nabi menghilang dalam hitungan permili detik.
Aku berdiri mengawasi ke mana arah perginya. Namun aku tidak menemukan dan tidak mengetahui ke mana perginya. Beberapa saat kemudian, lampu lembaga pemasyarakatan menyala lagi. Dan keadaan pun menjadi terang benderang. Teman-teman tahananku semua nyenyak tertidur. Tetap dalam mimpi-mimpi mereka di peraduan yang penuh teralis.
Aku mengambil wudhu lalu melakukan sholat tahajut. Sholat malam yang memang rutin aku lakukan. Selain sholat duha di pagi hari. Usai berzikir panjang, aku membuka secarik kertas pemberian Kanjeng Nabi Sulaiman. Dengan gemetar tanganku membaca kata demi kate beruliskan Arab itu. Untung, aku bisa membaca tulisan Arab karena ketika kecil aku dipaksa orangtuaku sekolah agama. Mengaji dan belajar membaca tulisan Arab.
Mantra-mantra berupa doa itu tulisan tangan Nabi Sulaiman dan Beliau memberikan tiga mantra yang tertata rapih. Bertulisan seni kaligrafi yang sangat indah. Pada pembukaan mantra itu bertuliskan.
“Jangan engkau agungkan aku, tabi agungkanlah Allah Azza Wajalla. Jangan kau besarkan aku, tapi kebesaran hanya milik Allah Azza Wajalla. Aku juga ummat-Nya.
Ummat Allah yang banyak kekurangan, yang fakir seprti dirimu, tapi aku punya mantra sakti mandraguna, yang mungkin bisa engaku pelajari agar engkau mendapatkan karomah, kelebihan kelebihan supranatural seperti aku,” tulis Kanjeng Nabi.
Mantra-mantra itu pagi itu juga aku baca. Aku hafalkan dan aku ulang-ulang lagi. Tidak terasa, aku membaca mantra-mantra itu hingga subuh.Aku pun lalu wudhu lagi untuk melakukan sembahyang subuh. Setelah berzikir usai sembahyang subuh, aku membaca lagi mantra tiga rupa dan Kanjeng Nabi Sulaiman itu.
Di luar dugaanku, karena kekuasaan Allah SWT sesosok jin bersujud kepadaku. Jin wanita yang bernama Syauni Andanni Ummi.
“Panggil saja aku ummi dan aku akan mendampingimu dan siap melaksanakan tugas apapun yang engkau berikan.” katanya.
Jin bernama Ummi itu benjanji akan melakukan tugas seberat apapun yang aku perintahkan kepadanya. Baik siang mau pun malam hari. Karena penasaran kepadanya, aku mencoba iseng memerintahnya. Bawa aku keluar dari tahanan ini, aku mau menjumpai anak-anak dan suamiku di rumah, kataku.
“Siap!” katanya.
Di luar dugaan, aku dibawanya keluar dari lembaga pemasyarakatan, terbang dengan kecepatan tinggi ke rumahku. Semua orang dalam rumahku tersentak pagi itu. Anak-anakku, suamiku sangat berbahagia akan kedatanganku dan kami bersenda gurau pagi itu. Tapi, sudah pasti, mereka bertanya keadaku, bagaimana caranya aku keluar lembaga pemasyarakatan, tahanan LPK yang begitu ketat dan rapih.
Setelah aku katakan bahwa aku bersama Ummi, jin perempuan pemberian Kanjeng Nabi Sulaiman, mereka semua tidak percaya. Suami dan anak-anakku tidak ada yang pencaya aku dibawa oleh Ummi. Mereka meyakini bahwa aku kabur. Atau paling tidak, membayar petugas jaga LP, menyogok mereka untuk pulang.
Karena mereka semua tidak percaya, maka aku menimbang, untuk apa aku ngotot meyakinkan Orang tidak pencaya. Sekalipun itu adalah orang dekatku. Suami dan anak-anakku. Lalu, Ummi yang bisa aku lihat kasatmata sementara mereka semua tidak bisa melihat, kuminta untuk membawakan sarapan pagi pagi itu. Kami butuh nasi uduk, nasi goreng dan bubur ayam dengan daging yang lengkap.
Ambilkan kami makanan yang enak dan buah-buah yang cocok disantap di pagi hari,” perintahku.
Dalam hitungan detik, semua makanan yang aku minta telah tersedia di meja makan. Semua tercengang dan kaget melihat itu. Makanan yang serba enak untuk sarapan pagi dan makanan begitu sudah lama tidak mereka nikmati. Sebab sejak aku terkena kasus suap, korupsi, gratifikasi, semua harta benda disita LPK, kami bangkrut total. Simpanan emas, uang bank diblokir dan dihabisi.
Anak dan suamiku, belakangan bukan saja menanggung malu, tapi menanggung prihatin. Hidup miskin hingga makan pun menjadi sulit.
Setelah melihat makanan yang aku katakan dibawakan oieh Ummi, barulah semua percaya, bahwa aku didampingi jin. Jin yang bisa aku suruh apapun di dunia ini. Bahkan, aku suruh bikinkan villa mewah di tepi laut, dia bikinkan dalam hitungan detik. Aku suruh bikin mesjid berkubah emas, dia bikin Banyak keajaiban yang aku temui tetapi tidak boleh kuceritakan begitu banyák.
Aku bisa berbagai mantra itu, tetapi aku tidak boleh bercerita banyak karena Ummi tidak suka itu. Apalagi pemilik mantra, Kanjeng Nabi Sulaiman AS yang mempunyai mukjizat memerintah bangsa jin. Kursi emas milik Siti Balqis, dia pindahkan dalam hitungan detik pula dari istana yang jauh dan mewah milik Balqis ke Istana Kanjeng Nabi Sulaiman.
Bila aku mau keluar penjara, aku bisa lakukan. Namun aku taat hukum dan taat untuk menjalani sisa hukuman yang aku jalani. Di tahanan, semua teman melihat aku tidur, tapi sebenamya aku pergi ke mana-mana. Hanya duplikatku yang ada di LP, semntara aku berada di villa mewahku di tepi laut Banten Selatan. Villa indah kami yang dibuat oleh Ummi, yang tanahnya sudah dibeli dari penduduk juga tak ada hutang material bangunan.Terima kasih Ummi,terima kasih Kanjeng Nabi dan terima Allah SWT yang telah memberiku kelebihan ini. Kelebihan supnanatural yang tak banyak dimiliki oleh banyak manusia di dunia ini.(Kisah ini dialami Maryam Hasan, sumber; misteri)
No comments:
Post a Comment